Kyoto: Gion with kimono

Kyoto; Kyoto desu!

(dan aku nulis ini sambil ngucapin pake nada informasi kereta HAHAHA)

Sesungguhnya, aku nggak terlalu inget gimana caranya kami sampai ke Kyoto dari Osaka.

Hari itu, pagi-pagi sekali kami check-out dari ryokan di Osaka, langsung naik kereta ngikutin arah yang ditunjukin PapaSapi. Kalau nggak salah, kami naik Kintetsu-Nara dari Osaka-Uehommachi sampai ke Yamato-Saidaiji, terus transfer yang ke arah Kyoto Station. Kurang lebih satu jam-satu jam setengah perjalanan, kami akhirnya tiba juga di Kyoto.

Karena pagi-pagi, MamaSapi ngasih permen vitamin C buat bikin mata melek yang ampuh banget gara-gara asemnya nggak kira-kira. Tapi nagih. Terus sekarang nyesel karena lupa foto, hiks :'<

Kalau ada yang tau kira-kira nama permen vitamin C-nya apa (kalo ga salah something with number, like 1000 or 3000, dan seingetku bukan VC-3000 nodoame karena pernah beli di Sg dan ternyata bukan itu), please let me know in the comment section below ya. Thank you!

Ya pokoknya itu lah.

Sesampainya di Kyoto, kami langsung cari koper di Kyoto Station. Saking besarnya sampai bingung cari arah loker. Untung masih ada waktu sampai appointment di Wargo Kimono Rental, jadi kami nggak terlalu giri-giri antara nyari loker dan nyari lokasi Wargo di gedung Kyoto Tower.

Kami tiba sekitar pukul 10 di Wargo, begitu datang langsung nunjukin reservasi dan sedikit konsultasi perubahan karena PapaSapi ada janji sama temennya jadi nggak bisa ikutan jalan-jalan pake kimono. Untungnya, setelah menjelaskan posisinya, staffnya nawarin tuker dengan add-ons seharga reservasi untuk setengah couple (karena waktu itu kami reservasinya untuk 2 couple dan 1 single).

Waktu kami ke sana, yang jaga resepsionis kebetulan orang asing, jadinya lumayan mudah untuk komunikasi. Tapi staff di dalam juga helpful banget. Nggak nunggu lama, kami udah langsung diarahin naro barang-barang di tempat mereka, dikasih semacam tag buat ngambil barang nanti terus baru deh milih kimono sesuai tipe yang dibooking.

Kalau kelihatan bingung, nanti ada staff lokal yang bakal dengan ramah bantuin. In Japanese though, tapi senengnya mereka sabar banget ngadepin turis yang ga bisa atau Bahasa Jepangnya terbatas.

Namanya juga bisnis sih memang, tapi tuh……di sini jarang banget nemu yang seramah itu ke orang yang ga bisa Chinese :'< di Wargo kemarin, meski kamu cuma bisa ngerti sedikit Bahasa Jepang atau maksudnya mereka apa, mereka appreciate banget sampai jadi terharu sendiri :'<

Tapi reaksinya emang beda juga sih begitu tau MamaSapi Bahasa Jepangnya lancar, sampai heboh nanya-nanya kenapa bisa Bahasa Jepangnya selancar itu (dan makin heboh ketika tau beliau pernah tinggal di sana). Kebetulan di ruang ganti itu kami bertiga sebelahan gitu dipakeinnya hahaha.

Oh iya, omong-omong, staff-staff ini bakal bantuin kamu dari mulai masangin kimono dan obi (kalau kamu bingung masanginnya bagusnya gimana), makein kimononya di kamu, nata rambut dan segala hal lain yang kamu perlu sampai nanti siap jalan. Kecuali make-up, ini mah sendiri kalau di Wargo sini. Mereka bahkan bakal ngejelasin sampai kamu ngerti gimana caranya ke toilet dengan kimono kalo diminta.

Pilihan kimononya banyak banget dan sedikit yang motifnya sama, jadi kalau kamu kelamaan mikir dan kimono yang kamu pengen diambil orang ya yaudah amin deh. Parah lah. Padahal sebelum berangkat tuh aku udah browsing dulu kira-kira mau pake yang kaya apa, tetep aja pas nyampe bingung sendiri.

Mau yang warnanya cerah, tapi yang kalem juga keliatan cakep. Mau yang motif bunganya besar, tapi yang kecil juga kayanya oke…atau malah jangan bunga—lalu entah gimana, tau-tau pilihan udah jatuh pada kimono putih garis-garis yang nyempil di antara kimono-kimono lain yang didominasi motif bunga.

Well, ini juga bunga sih…kayanya sih bunga plum, tapi dengan aksen kucing.

KUCING!!!!

Lemah aku ini kalau udah nemu kucing. Obi sama tasnya juga dikasih yang motif kucing. Geta-nya juga motif hewan, awalnya kupikir kucing tapi ternyata pas diperhatiin eh ternyata kelinci. Nggak apalah, aku tetap senaanggg.

Setelah siap, kami langsung gabung sama PapaSapi yang nunggu di luar. Berhubung waktu kami nggak banyak, hari itu kami hanya ke daerah Gion aja. Dari halte terdekat, kami naik bus yang ramenya luar biasa sampai ke bus stop Kiyomizuzaka dan langsung nyari makan…

…yang ternyata letaknya persis di seberang the famous %Arabica.

Karena buru-buru dari Osaka, kami nggak sempat cari sarapan dulu. PapaSapi yang pertama sadar, aku masih salah fokus sama %Arabica ketika beliau ngajak makan di healthy-vegetarian cafe. Namanya Toh no Shita Cafe Restaurant (塔の下 Café restaurant). Tokonya nyempil, agak ketutupan sama penjual pernak-pernik yang ada di depannya dan somehow lebih kelihatan seperti toko keramik alih-alih cafe.

Btw, aku baru ngeh ternyata kita bisa lihat bagian dalam cafenya di google maps dong! You can check the place here.

Menu di Toh no Shita nggak banyak. Seingatku cuma…kare sama salad? Aku nggak inget juga sih, waktu itu ikutan aja biar nggak kelamaan di tempat makan. Karenya enak, lebih kentel tapi light daripada kare instan yang dibuat di rumah atau kare Jepang yang biasa dijual di restoran kare Jepang yang ‘itu’. Toppingnya cuma kentang sama wortel. Kejo deui kejo deui kalo kata orang Sunda mah hahaha.

Setelah makan, akhirnya mampir %Arabica yang katanya recommended banget-banget. Yang masuk cuma aku, Sapi sama PapaSapi sih; yang buibu bukan peminum kopi, jadi mereka kelana lah di luar sana entah ngapain.

Antreannya masih belum terlalu panjang ketika kami datang. Nggak sampai 10 menit, kami sudah bisa pesan minum—habis itu masih tunggu lagi karena antrean ambil minumannya masih lumayan panjang. Mayoritas pengunjungnya pakai kimono, lucu lihatnya kontras dengan bangunan %Arabica yang terkesan modern dengan warna putih dan aksen kayu.

Mandatory %Arabica cup photo

Karena take away gini jadinya nggak kelihatan latte artnya kaya apa :'< sempet ngintip tapi terus takut tumpah ke kimono. Bisa gawat nanti kalo tumpah kan hahahah.

%Arabica sendiri kalau dari kopinya…entah kenapa aku nggak ngerasa wah. Ga tau apa memang aku nggak jago bedain kopi yang beneran enak sama ngga, tapi ya gitu aja. Aku lebih suka kopi susu 1 dolar di sini kenapa ya? Apakah djivva misqueen ini sudah terlalu mendominasi jadi lidahku mati rasa sama kopi kekinian? (…..)

Jarak Starbucks Ninenzaka yang terkenal akan bangunannya juga ga disangka-sangka ternyata jaraknya nggak jauh dari %Arabica. Karena udah beli %Arabica, yakali juga minum kopi lagi kan di Starbucks—jadi aku hanya bisa babay-babay dari luar gedung hiks. Next time, mudah-mudahan bisa mampir lagi ya… *kedipin Sapi*

Sebagai gantinya, kami (aku dan Sapi sih) langsung gelap mata lihat yang jual Agemochi nggak jauh dari gedung Starbucks.

Sumpah aku nyesel beli ini. Harusnya kemarin kami beli segentong buat nyetok terus bawa pulang ke Singapura. Si paman yang jual kayanya pake babi nih, katanya kan makanan pake babi tuh pasti enak ya, soalnya ini enaknya ga…ah ga tau lagi lah. *ngaco*

Si Miru ini sampai sekarang ini ngetik aja masih ngiler. Berasa baru kemarin makan, rasanya masih tertinggal di lidah—asin tapi ada hints manisnya sekilas, empuk lumer di mulut. Aaah. Tau ah. Huhuhu.

Pi, Sapi… balik lagi ke Kyoto yuk? *HEH*

Ini lagi. Baru juga meleng, dateng cobaan selanjutnya: Ghibli Store yang nyempil di samping cafe Hello Kitty. Astaghfirullah, boneka mini Totoro jogetnya aduh aduh aduh T___T

*kekepin dompet*

Bener kata MamaSapi, jalan-jalan di Kyoto pake kimono rasanya beda. Ngos-ngosan. Secara jalan banyak, nanjak, dan punggung mau nggak mau bakal terus tegak karena ada obi. It was good, though. Rasanya agak aneh, tapi lama-lama malah enak karena berasa banget bikin postur badan jadi lebih bagus—dan tahan lama karena pegelnya tinggal. Pegel in a good way. Hahaha.

Satu sih yang salah prediksi waktu pakai kimono kemarin. Suhu udara sekitar 15˚C dan, karena takut kedinginan, kami pake heattech (yang normal) satu set lah di balik kimono. Ternyata karena kimono lapisannya banyak, dan banyak gerak juga, sebenernya pakai heattech justru malah jadi disadvantage. Bikin keliatan kurang cakep gitu pas difoto, apalagi kalau orangnya tipe urakan kalau difoto kaya aku. Plus lagi, lama-lama panas ugha coy. Hiks.

So, sekilas tips: kalo masih sekitar 10˚C-an mah ga usah lah pake heattech. Kalo mau yang tangan pendek aja ya atau, kalau untuk legging, panjangnya 3/4 atau malah sepaha aja sekalian. They will give you a pair of socks juga, jadi ga akan kedinginan. Daripada kurang cakep pas difoto, yakaaan?

Rute kami dari Ninenzaka lanjut ke arah Yasaka-jinja. Ngikutin jalan, ngikutin emak-emak yang auto-gelap mata begitu lihat illustrasi kucing (LUCU BANGET SIH EMANG HUHUHU) dan langsung beli. Beginilah kalo sekeluarga gila kucing.

Nggak, mereka beli cuma buat berdua. Anak-anaknya ga kena ciprat.

But, anyway, kami jalan sampai ke Yasaka-jinja kan. Sampai sana langsung ketemu semacam stalls jajanan di sepanjang walkwaynya Yasaka-jinja. Ruame banget, persis jalanan banyak jajanan seperti yang ada di dorama-dorama gitu kalau pas lagi ada matsuri.

Banyak banget makanannya, dari mulai takoyaki sampai ke ringo ame gitu ada. Pilihan kami langsung jatuh ke takoyaki—secara paling aman ya dan nggak manis, plus kami mulai lapar karena hari sudah menjelang sore.

Standar takoyaki Jepang ya, takoyakinya gede-gede. Potongan takonya juga gede, ga irit kaya di sini (dan di Indonesia), hahaha. Ukurannya sendiri sih lebih mungil daripada takoyaki yang kumakan waktu pertama kali ke Jepang, di daerah Fushimi Inari. ¥500 dapet 6 butir ada kali seukuran bola tenis saking besarnya. Dari rasa ya rasa takoyaki aja gurih-gurih lumer di mulut.

Habis puas makan takoyaki sambil duduk-duduk, kami lanjut jalan ke arah Higashioji-dori di depan Yanaka-Jinja. Di sana kami mulai bingung mau ngapain dan seketika lihat ada Pablo di ujung jalan dengan gambar matcha ice cream terpajang di bagian depan toko. EHEHEHE.

Sambil numpang mengistirahatkan kaki alasannya mah, padahal emang pengen nyoba aja. PapaSapi nggak ikut masuk, beliau di luar (kelihatannya) nyari letak halte bus buat kembali ke Kyoto Station. Sudah hampir jam ketemuan dengan temennya juga, jadi beliau pamit pisah duluan.

Rasa matcha campur cheese-nya kerasa banget, masing-masing nggak overpowering. Kekurangannya cuma gampang meleleh, jadinya kalau nggak buru-buru dimakan, jadinya lebih kaya smoothies. Buatku jadinya agak aneh—tapi mungkin cuma aku aja dan aku yang waktu itu jadi kurang pengen banyak nyemil karena perut berasa penuh.

Naini, efek samping pake kimono yang paling oke: ngurangin hasrat buat nyemil.

Di Pablo ini nggak ada tempat buat makan di tempat. Ada sih, standing gitu, itu juga cuma satu meja—apalagi ketika kami selesai memesan, toko yang asalnya lengang tiba-tiba ramai pengunjung. Mau tidak mau kami keluar lah dan pindah ke Maruyama Park.

And guess what, pilihan yang sama sekali tidak salah. Baru juga masuk ke area taman, tiba-tiba Sapi heboh sambil nunjuk ke arah di samping kiri kami, “BEB, BEB!! LIAT APAAN TUH!”

EMENG!!!

Bukan cuma satu pula, BANYAK!!

Ketika kami ‘berburu’ kucing, ternyata kami ketemu ibu-ibu yang lagi ngasih makan para kucing ini. Volunteer, katanya. Seperti kami di kampus, di Maruyama Park ini ada grup volunteer yang tugasnya ngasih makan para kucing ini—dan ternyata, selain banyak gagak, di sini kucingnya beneran banyak banget! HEHEHEHE. HEHEHEHEHEH.

Namanya juga keluarga maniak kucing, trip kami ke Jepang kali ini salah satu niatnya memang berburu kucing. MHEHEHE. Dari obasan feeder, kami dapat info kalau masih ada kucing-kucing lain di taman bagian dalam. Mudah-mudahan masih ada, pesannya, jadilah kami langsung bergegas masuk lebih dalam Maruyama Park. Padahal niat awalnya cuma makan es krim lalu jalan-jalan santai.

Jadinya ya nggak santai juga hahaha.

Gagak Jepang yang besar dan suaranya heboh

Maruyama Park ini kalau lihat di Google Maps ukurannya besar banget. Kami menyusuri jalan setapak dari jalan masuk Maruyama Park di samping Pablo hingga ke Public Toilet (Maruyama Park Ikkyu-an Public Bathroom kalau kata Google Maps) terdekat. Di sana, lagi-lagi Sapi heboh.

Iya, di mana Sapi heboh di sana ada kucing.

Bukan suami aku kalau lihat kucing nggak langsung begini. Lupa deh punya istri. Hhh.

Kami ketemu dua ekor kucing di sini: (kayanya sih) sepasang, tapi cuma yang perempuan yang mau dideketin.

Cantik banget T——T

Udah manis, anaknya mau digendong pula. Gendong paksa sih, tapi dielus mau banget.

Kakinya nahan hahahahahahah. Thanks to Sapi, yang sebenernya diem-diem punya bakat jadi Instagram-Hubby tapi dia (mau) motretin serius itu langka banget, foto burst yang diambilnya sama si meong ini jadi salah satu foto favoritku sepanjang trip ini.

AKHIRNYA PUNYA FOTO YANG CAKEP! HUHUHU! *GITU*

Sementara kami sibuk ngunyelin si meong cantik, emak-emak nemu objek lain yang lebih menarik perhatian mereka: Pohon Ichou (kayanya sih) yang udah menguning. Kontras dengan pohon-pohon lain yang kalau nggak masih ijo ya udah gundul.

Foto lah kami di sana, hampir nggak ada yang hasilnya bener karena *uhuk* aku photobomb-in *uhuk* sebagian besar foto mereka *uhuk* :”> *HEH*

Setelah puas foto-foto, kami pindah lagi menuju Hyoutan-ike. Kolam besar yang ada di tengah Maruyama Park itu cukup ramai oleh pengunjung. Pohon Sakura yang terkenal udah gundul, tapi keberadaannya cukup menarik perhatian—simply karena gede banget dan sumpah aku nggak tau kalau itu terkenal sampai kembali ke Singapura (dan aku langsung, “HOH? Aku tau ini pohon pasti something, ternyata pohon Sakura toh??”). Jreng!

Karena sudah Koyo, Hyoutan-ike jadi terlihat cantik banget. Sepertinya tempat ini tuh salah satu spot (pre-)wedding photoshoot, soalnya waktu kami foto-foto di samping danau tuh nggak sadar ternyata udah ada segerombolan kru foto lengkap dengan bride & groomnya yang udah siap foto. Malu banget asli, langsung kabur karena ga enak T—T

Selama di sekitar Maruyama Park ini, berkat kerja keras dan ketabahan MamaSapi, dapet juga beberapa foto bareng Sapi yang tergolong decent.

Yha, segitu ukurannya paling decent. Silakan dibayangkan sekacrut apa sisa foto kami. Hahahahahahahahahahaha.

Ha.

:'<

*cubit Sapi*

Kami nggak lama di Maruyama Park ini, jam 6 sudah harus ngembaliin kimono lagi ke Wargo lalu gabung sama PapaSapi. Habis menyusuri bagian sebelah kanan Hyoutan-ike, kami langsung dibawa ke bagian belakang Yasaka-Jinja. Matahari sudah mulai tenggelam. Lampu-lampu di kompleks kuil pun sudah mulai menyala.

Dibantu sepasang turis (kalau ga salah) asal Hawaii yang baik, akhirnya kami punya foto bareng berempat yang nggak wefie. Hehehe. Dapet bonus cokelat juga dari mereka, uwuwu. Nggak ekspektasi sama sekali, tapi sungguh, sepanjang trip kemarin kami banyak ketemu orang-orang baik. Alhamdulillah.

Hari pertama di Kyoto belum berakhir—tapi cerita pengalaman kami jalan-jalan dengan kimono berakhir di sini. Mudah-mudahan kalau ada kesempatan kembali ke Kyoto lagi agak lama, aku mau banget jalan-jalan santai pakai kimono lagi.

Amin.

Mudah-mudahan kamu yang baca blog ini juga bisa dapat pengalaman yang sama (atau malah lebih) dengan yang kami rasakan November lalu.

Hope you enjoyed my story! xo 🙂


Wargo Kimono Rental – Kyoto Tower

Kyōto-fu, Kyōto-shi, Shimogyo-ku,
Higashishiokōji-cho 721-1, Kyoto Tower Bldg. 3F
Opening Hours: 09:00~19:00

* Pengembalian kimono sebelum 18:30
* Reserve jauh-jauh hari supaya dapat slot waktu yang oke, terutama kalau berkunjung ketika high season.

Toh no Shita

88-10 Hoshinocho, Higashiyama-ku, Kyoto.
Opening Hours: 09:00~18:00
TripAdvisor Review

Green Pablo Kyoto

300 Gionmachi Kitagawa, Higashiyama Ward, Kyoto
Opening Hours: 10:00~20:00

Starbucks Ninenzaka

Masuyacho, Higashiyama0ku, Kyoto
Opening Hours: 08:00~20:00

Ghibli Shop

363-22-2 Masuyachō, Higashiyama-ku, Kyoto
Opening Hours: 10:00~18:30

Leave a comment

The Warmest Snow

making ideas alive one character at a time

RereChan

daily bite sized motivation

Unpretty Canary

A virtual recap of what happened in her life.

Discover WordPress

A daily selection of the best content published on WordPress, collected for you by humans who love to read.

The Daily Post

The Art and Craft of Blogging

WordPress.com News

The latest news on WordPress.com and the WordPress community.